SELATPANJANG – Permasalahan tunda bayar senilai Rp 119 miliar di Kabupaten Kepulauan Meranti memasuki babak baru. Komisi II DPRD Kepulauan Meranti memanggil Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk membahas langkah-langkah penyelesaian keterlambatan pembayaran tersebut.
Rapat yang berlangsung di gedung DPRD ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD sekaligus Koordinator Komisi II, Antoni Shidarta, serta dihadiri oleh Ketua Komisi II, Syafi’i Hasan, Wakil Ketua Komisi II, Mulyono, dan anggota lainnya, seperti Jani Pasaribu, Sopandi, Pauzi, serta Lianita Muharni. Dari pihak eksekutif, hadir Kepala BPKAD, Irmansyah, beserta jajaran terkait pada Senin (17/3/2025).
Dalam rapat tersebut, BPKAD mengungkapkan bahwa tunda bayar masih mencapai Rp 119 miliar, mencakup berbagai sektor seperti pengadaan barang dan jasa, Alokasi Dana Desa (ADD), Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), dan gaji honorer bulan Desember 2024.
"Tunda bayar yang belum terselesaikan kurang lebih sebesar Rp 119 miliar. Beberapa komponennya meliputi pengadaan barang dan jasa sebesar Rp 38 miliar, TPP ASN selama lima bulan sebesar Rp 54 miliar, Siltap desa selama lima bulan sebesar Rp 24 miliar, serta sisanya untuk pembayaran gaji honorer," ujar Irmansyah.
Ia menjelaskan bahwa untuk menutupi defisit ini, Pemkab Kepulauan Meranti telah menyiapkan DPA pergeseran, di mana tunda bayar sudah masuk dalam anggaran tersebut. Namun, pencairan masih menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan dan Pemerintah Provinsi Riau.
"Kita juga sudah melaksanakan tahapan untuk pencairannya dengan menyurati Kementerian Keuangan dan Gubernur, untuk memohon pencairan," tambahnya.
Saat ini, kas daerah belum mencukupi untuk menutupi seluruh tunda bayar. Pemkab Kepulauan Meranti masih menunggu Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 41 miliar dari pusat serta Rp 22,8 miliar dari provinsi, yang hingga akhir 2024 belum juga disalurkan.
"Sejauh ini belum ada realisasi dan masih dalam proses. Kemarin, Bupati juga sudah bertemu dengan Gubernur, karena di provinsi juga ada dana kita yang mengalami tunda salur sebesar Rp 22,8 miliar. Sementara dari pemerintah pusat ada Rp 41 miliar yang masih belum ditransfer. Jadi, posisi kita saat ini masih menunggu," jelas Irmansyah.
Karena keterlambatan transfer tersebut, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengalami kesulitan dalam merealisasikan anggaran. Irmansyah meminta pihak yang terdampak untuk bersabar hingga dana masuk ke kas daerah.
"Jika dana sudah masuk, kami akan segera menyelesaikan pembayaran yang tertunda. Saat ini, kita baru bisa membayar sekitar 10 persen dari total tunda bayar, itu pun dananya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) spesifik," katanya.
Untuk mempercepat pencairan, BPKAD berencana bertemu dengan Pemerintah Provinsi Riau pada Kamis mendatang guna meminta kepastian mengenai tunda bayar ini.
"Hari Kamis nanti kami akan ke provinsi untuk berkoordinasi dan menanyakan kapan tunda bayar ini bisa diakomodir dan masuk ke kas daerah," pungkas Irmansyah.
Menanggapi laporan tersebut, DPRD Kepulauan Meranti menegaskan bahwa masalah ini harus segera diselesaikan agar tidak menghambat roda pemerintahan dan pelayanan publik.
Wakil Ketua DPRD Kepulauan Meranti sekaligus Koordinator Komisi II, Antoni Shidarta, menegaskan bahwa DPRD akan terus mengawal penyelesaian permasalahan ini hingga pencairan anggaran dari pusat dan provinsi terealisasi.
"Sembari menunggu anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) dari pusat cair, kami bersama Komisi II dan pemerintah daerah juga akan berkoordinasi dengan provinsi untuk menanyakan tunda salur sebesar Rp 22,8 miliar," ujarnya.
Meski pembayaran mengalami keterlambatan, Antoni menegaskan bahwa Pemkab dan DPRD tetap berkomitmen menyelesaikan persoalan ini secepatnya.
"Kami sedang menyiapkan langkah-langkah untuk mempercepat penyelesaiannya," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II, Mulyono, menyoroti bahwa dari seluruh sektor yang mengalami tunda bayar, baru Alokasi Dana Desa (ADD) untuk Siltap perangkat desa yang telah dibayarkan selama satu bulan dari sisa anggaran DAK.
"Dari penjelasan yang kami terima, ADD yang telah dibayarkan baru satu bulan dari sisa uang DAK untuk memenuhi kebutuhan perangkat desa Januari. Sementara ADD yang mengalami tunda bayar pada 2024 akan dilunasi pada pergeseran anggaran tahap ketiga," jelasnya.
Mulyono menekankan bahwa Komisi II akan mendampingi BPKAD dalam berkoordinasi dengan Pemprov Riau guna memastikan pencairan segera dilakukan.
"Kami akan bersama-sama melakukan koordinasi lanjutan dengan provinsi. Kemarin kami sudah datang ke Banggar, tetapi kami ingin ada penegasan kapan uang kami masuk. Pemda tidak bisa bekerja sendiri, harus ada pendampingan dari DPRD," tegasnya.
Ketua Komisi II, Syafi’i Hasan, menambahkan bahwa dari tiga komponen utama tunda bayar ADD untuk Siltap perangkat desa, kontraktor untuk pengadaan barang dan jasa, serta ASN yang belum menerima Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) DPRD lebih memprioritaskan pembayaran kepada kontraktor.
"Dari tunda bayar Rp 119 miliar itu, yang akan difokuskan pembayarannya adalah barang dan jasa. Kalau ADD, peruntukannya sudah jelas, tinggal bagaimana BPKAD mengelolanya. Kami kasihan dengan kawan-kawan kontraktor di luar sana yang menghadapi Lebaran dan bulan Ramadhan ini," ungkapnya.
Syafi’i menegaskan bahwa begitu dana masuk ke kas daerah, alokasi anggaran akan langsung difokuskan untuk menutupi tunda bayar agar berbagai sektor yang terdampak bisa segera kembali berjalan normal.
"Bagaimanapun nantinya, jika ada uang masuk ke kas daerah dan dibagi sesuai peruntukannya, fokus utama tetap pada penyelesaian tunda bayar, karena ini berdampak pada berbagai sektor," tutupnya.
Dengan koordinasi yang terus dilakukan oleh DPRD dan Pemkab Kepulauan Meranti, diharapkan pencairan dana dari pusat dan provinsi dapat segera terealisasi, sehingga permasalahan tunda bayar tidak berlarut-larut dan pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan optimal. (***)